Teya Salat
Jawaban Daddy
Makna kata "gay" itu berbeda2 karena pemahaman kita juga beda2. Jika pertanyaanmu berarti: "Apakah memiliki ketertarikan seksual pada sesama jenis itu berdosa?" Jawabannya adalah: Tidak! Penilaian dosa-pahala hanya bisa diberikan pada aspek-aspek manusia yang dalam kendalinya, yaitu niat, sikap, dan perilaku. Ketertarikan tidak pernah disebut sebagai objek penilaian dosa, tapi niat, sikap (menyukai atau tidak menyukainya), dan perilaku (mulai dari berfantasi, menatap, hingga hubungan seksual dengan sesama jenis) itu ada dalam kendali manusia. Karena manusia diberikan anugerah berupa kemampuna memilih secara bebas, maka pahala dan dosa diberikan sebagai konsekuensi dari pilihan tersebut. Dalam Quran memang disebut bahwa hati pun akan dinilai, namun manusia akan diganjar bedasarkan niat dan perilakunya. Akan tetapi, lain halnya jika maksud pertanyaanmu seperti ini: "Apakah berhubungan seksual dengan sesama jenis itu dosa?" Atau "Apakah bersikap ridha terhadap perilaku seksual dengan sesama jenis itu dosa?" Apalagi "Apakah dengan sengaja membangkitkan dan melatih ketertarikan dan perilaku seksual dnegan sesmaa jenis itu dosa?" Jawabannya jelas bahwa itu termasuk hal2 yang ada dalam area kendali manusia, sehingga bisa dinilai dosa-pahala, sesuai dengan ajaran agamanya masing2. Islam memang menilai haram perilaku seksual yang ditujukan kepada sesama jenis berdasarkan kecaman terhadap perilaku serupa yang pernah dilakukan oleh kaum Luth as. Namun istilah 'homoseksualitas' sebagaimana yang kita kenal saat ini (yang meliputi ketertarikan, sikap, identitas, perilaku, dll) adalah konsep yang asing dalam Islam. Karena itu, hindarkanlah menggunakan istilah homoseks atau gay. Diskusi akan jauh lebih terarah kalau kita langsung mengacu pada perilaku atau ketertarikannya, misalnya. Dalam Islam, mungkin juga dalam agama lain, kecaman ditujukan kepada sikap dan perilaku, sehingga sebenarnya tidak ada tuntutan untuk mengubah ketertarikan. Yang wajib adalah mengubah perilaku agar sesuai dengan tuntunan. Memang berat jika melawan nafsu, tapi cobaan itu diberikan kepada orang2 tertentu karena Allah sudah memberikan kemampuan bagi ybs untuk mengatasi cobaan tersebut. Tiap orang diberi cobaan, di antaranya ada yang ditaruh dalam jiwanya, misalnya merasa dirinya adalah lawan jenis, merasa tertarik pada sesama jenis, ingin mengintip orang lain yang sedang telanjang, ingin mmpertontonkan tubuhnya ke orang lain, dll. Itu semua bukan alasan untuk mengatakan, "Tuhan sudah menciptakan saya begini, maka gak salah donk, kalau aku juga berperilaku begini?" Jika kita anggap kitab suci itu benar2 kata2 tuhan, bukan kutipan, maka tentunya gak masalah kan, siapapun yg nulis? Jika tuhan sudah berkata "perilaku seksual dengan sesama jenis sebagaimana yang dilakukan kaum Luth as itu dosa", maka meskipun yang menuliskan al quran itu seorang gay pun bunyinya akan tetap sama. Kalau berubah, bukan kitab suci lagi donk namanya. Justru akan membuktikan bahwa para gay itu anti agama, smapai2 kitab suci aja dirombak agar perilakunya gak lagi bernilai dosa. Lagipula, gak ada aturan yang menyatakan bahwa "Jika orang tertarik pada sesama jenis, maka ia pasti akan melakukan hubungan seksual dengan sesama jenis atau menyetujui perilaku seksual dengan sesama jenis." Orang yang tertarik pada sesama jenis bisa saja tidak menyetujui dilakukannya perilaku seksual dengan sesama jenis oleh siapapun, termasuk dirinya sendiri. Ini bukan tanda kemunafikan, melainkan kepatuhan terhadap ajaran agama. Dengan kata lain, homoseks tidak mesti gay. Nicolosi menyebut org2 ini sebagai homoseks non- gay. Apakah itu haknya? Tiap orang punya hak berupa ketersediaan memilih, tiap orang juga dibekali dengan kemampuan untuk menimbang dan menjatuhkan pilihan, juga petunjuk berupa nasehat orang lain atau kejadian sebagai rambu peringatan, TAPI tiap orang juga punya KEWAJIBAN untuk memilih yang benar. Itulah yang menjadikan diri kita manusia: Mampu memilih, mampu membedakan yang baik dan buruk, dan harus mau menanggung konsekuensinya.
Jawaban Dissy de LC
Menurutku nggak adil banget kalo jadi gay = dosa. Soalnya, dosa itu sesuatu yang kita langgar dari Allah dimana kita punya kesempatan menentukan pilihan. Contoh gampangnya, kita lagi nggak punya duit. Pilihannya, cari kerja atau nyolong. Itu baru kita bisa ngecap salah satunya itu dosa. Nah, dalam kasus gay ini, banyak diantara mereka (gay) yang ngomong sendiri kalo mereka sebenernya seneng kalo JIWA mereka dikasi kesempatan milih (jadi normal). Sayangnya mereka nggak punya pilihan itu. Kalo mereka dipaksa masyarakat untuk jadi normal, mungkin aja bisa di permukaannya, tapi sama aja mereka melawan kehendak jiwa mereka. Apalagi kalo mereka (walaupun gay) juga berbuat baik di masyarakat. Masak Allah juga tetep nggak mau tau. Pokoknya gay = dosa = masuk neraka. Adududuh, Allahnya siapa itu? Allahnya agama mana? Islam kan jelas nggak punya Allah yang kayak gitu. Aku yakin kok Allah nggak sejahat itu. Coba kalian bandingin, gay yang sosialnya tinggi, ramah, suka ngebantu tetangga, sama orang (yang katanya) normal tapi sukanya (simpel sih) ngegunjingin tetangganya yang gay, CUMA KARENA DIA GAY (kayak dia nggak punya salah apapun, nabi kalee). Dosa mana? Terus kalian juga pikir Alquran, Alkitab, dan kitab suci yang lain, intinya pasti bagus karena diberikan oleh Allah. Namun, manusialah yang seringkali salah menuliskannya dalam buku (yang seterusnya akan menjadi kitab suci) dan mengiterpretasikannya. Dan dalam penulisan setiap kitab suci pasti ada unsur- unsur subyektivitas penulisnya. Oke kita anggap Alquran itu suci. Itu pasti. Tapi aku berani bertaruh dalam penulisan Alquran pasti hanya orang-orang tertentu yang terlibat (baca:kaum gay tidak dilibatkan). Jadi kepentingan mereka yang terlibat (dalam penulisan) lah yang ditulis. Dengan kata lain, pasti selalu ada konflik kepentingan dalam proses pembuatan kitab suci (agama apapun). Semoga berkenan di hati.
<< Kembali ke "Tentang Gay"
<< Kembali Ke Awal
HTML Comment Box
is loading comments...
Log in